Halim Perdana Kusuma – Kita sering mendengar anekdot : ‘Uang mengatur segalanya’. Kata orang Batak : ‘Hepengdo mangatur negara on’. Lalu, Bagaimana orang Batak mengatur negara ini?
Montesquieu (18 Januari 1689 – 10 Ferbruari 1755), kurang lebih 260 tahun lalu, mencetuskan Konsep Trias Politika, yaitu pemisahan cabang kekuasaan negara menjadi 3 bagian, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Cabang kekuasaan eksekutif.
Di Pemerintahan, tokoh-tokoh Batak sudah lumrah menjadi teknokrat, atau pembisik kebijakan di lingkaran istana. Misalnya, dalam 2 periode Pemerintahan Jokowi. Who is the man behind the scene? Salah satunya, adalah LBP.
Cabang kekuasaan legislatif.
Dari 561 orang anggota anggota DPR RI pada Pemilu 2019, terdapat 33 orang dari suku bangsa Batak, persentasenya 5.88%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2010, populasi suku Batak di Indonesia 8.466.969 jiwa.
10 tahun sebelumnya, tahun 2000, jumlah suku Batak sekitar 6.076.440, bertambah 2.390.529 dalam 10 tahun. Artinya, rata-rata aritmatik, bertambah 239.053 orang/tahun.
Jika diasumsikan pertambahan jumlah jiwa 239.053 per tahun, maka tahun 2024 diperkirakan jumlah suku Batak tidak kurang 12.569.438 atau 4.83% dari jumlah penduduk Indonesia (260 juta).
Artinya, jumlah persentase orang Batak anggota DPR (5.88%), masih melebihi persentase populasi orang Batak terhadap jumlah seluruh penduduk (4.83%).
Cabang kekuasaan yudikatif.
Jangan heran, dalam kasus tertentu, mulai dari Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara bahkan terpidananya semuanya orang Batak. Yang mengadili dan yang diadili adalah orang Batak. Mereka menguasai dan menjadi macan panggung di Pengadilan.
Demikianlah mereka menguasai kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Mereka adalah ‘minoritas yang menentukan’.
Apa sebab?
“Berpikirlah seperti orang Minang, bekerja seperti orang Jawa, berbicaralah seperti orang Batak”.
Demikianlah Soekarno pernah berucap.
Orang Batak menganut falsafah hidup ‘Dalihan Na Tolu’ dan sangat komunal. Lihat saja, sekali orang Batak dikasih panggung, maka panggung akan diisi orang-orang Batak. Sekali orang Batak korupsi, mereka tidak akan segan-segannya korupsi di bawah meja. Bukan hanya itu, mejanya pun ikut dikorupsi.
Tetapi, jangan disinggung masalah harga diri. Harga dirinya selangit.
Freddy Tambunan dalam lirik lagu “Anak Medan” mengatakan ‘biar kambing di kampung sendiri, tapi banteng di perantauan’.
Jangan disinggung juga masalah adat, apalagi mengatakan mereka tidak beradat.
‘Kemanapun orang Batak pergi, mereka turut serta membawa adatnya’. Itu kata saya, bukan kata Soekarno.
Penulis : Dani Hotron Tampubolon
Komentar